Kepada yang tercinta
Sayangku
Di Myanmar
Sayang apa kabar ? bagaimana keadaannya ? semoga kabar baik selalu menyertaimu di Myanmar sana, hei kamu... aku tak tau apa yang terjadi denganmu saat ini, apa yang menjadi beban dirimu, apa yang membuat kamu seperti ini, yang jelas kamu sudah berubah sayang.
Sayang kita memang sudah tak muda lagi sayang, kita sudah melewati jalan terjal bersama-sama, suka duka kita jalani bersama, kau yang mengajarkan aku apa itu cinta, apa itu kesetiaan, apa itu kerja sama, apa itu kebanggan, kehausan akan kemenangan, tapi kini kau lupakan itu ? ada yang salah dengan kamu sayang.
Sayang aku tau aku bukan lah orang yang romantis, tapi sayang ingatkah masa-masa indah itu ? jika kamu lupa aku akan sedikit menjamah memori masa lalu kita, sayang kala itu aku mulai mengenalmu tahun 1987, kamu begitu cantik, kamu bagaikan bunga melati yang bermekaran di tengah-tengah panggung lapangan hijau, sayang aku ingat kamu mementaskan biorama dengan indah, di menit-menit akhir kamu berhasil tumpahkan air mata ku ketika permainan indah mu berhasil memberikan kalung emas, sesuatu yang indah dan pantas di gunakan oleh kamu sayangku.
Kekagumanku semakin menjadi-jadi bahkan mungkin aku sudah tergila-gila oleh keindahan matamu yang membuatku saat itu susah tidur, lupa makan, bahkan mungkin aku sudah dibutakan oleh kecantikan paras mu yang terbuat dari hasil kerja keras, etos kerja tinggi dan cinta, iya cinta yang besar untuk negara mu kamu buktikan dengan mental juara, kamu ingatkah kamu berhasil kalahkan musuh besarmu di tahun 1991, kamu buktikan dengan drama yang indah, panggung pun terasa sesak oleh hegemoni waktu itu.
Tapi itu dulu sayang, dulu saat kita masih sering bercumbu mesra, masih tak ada jarak antara kita untuk bersama, dimana kita bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk mengetahui bahwa kamu adalah semangatku, kamu adalah harapanku, kamu adalah kebangganku, masih ingatkah kamu sayang ?
Sayang aku anggap aku salah menilaimu saat ini sayang, jujur aku berharap kamu tidak berubah, kamu yang selalu menyemangatiku disaat aku gelisah, kamu yang mengajariku apa itu nasionalisme yang lebih keras dari Soekarno, kamu yang mengajariku lebih keras berjuang melebihi perjuangan Soedirman, kamu yang mengajariku apa untuk berbakti kepada negeri yang kucintai Indonesia.
Sayang aku tau perjalanan masih jauh sayang, semoga aku salah menilai mu sayang, semoga ini hanya bagian dari sandiwara-sandiwara dalam setiap drama yang nanti akan kau menangkan.
Dari kekasihmu
Rakyat Republik Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment