Untuk Adik-adikku
Yang tercinta
Di Myanmar,
Adik apa kabar? bagaimana keadannya di Myanmar sana? Oh iya, cuaca di sini sedang panas sekali dik, suhu udara di ibukota siang hari bisa mencapai 34 derajat loh. Untunglah hari ini kakak bisa menemukan tempat makan enak serta suhu ruangan yang bisa di atur hingga 20 derajat untuk menyaksikanmu berlaga hari ini.
Di tempat makan ini kakak tak sendirian loh, dik, di depan kakak ada dua orang yang kompak menggunakan seragam timnas, laki-laki dan perempuan, mungkin mereka sepasang kekasih yang tengah jatuh cinta, mereka kompak dalam segala hal, arah matanya pun sama-sama bisa ditebak dik, mereka menatap dengan wajah serius serta mereka sama-sama teriak “yah”, mungkin gregetan karena melihat alur bola yang adik arahkan ke gawang masih melebar ke sisi sebelah gawang, kurang beruntung kamu, dik.
Kakak tahu, kalian pasti tegang sekali yah, dik, sama seperti saat pertandingan pertama kalian, mungkin jika diibaratkan rasanya sama dengan kakak mendekati seorang gadis dik, ada rasa deg-deg-an, ada rasa gugup, ada rasa linglung, semua campur aduk jadi satu, hasilnya pun bisa ditebak, kakak jadi terlihat bodoh di depan dia, mungkin dia menjadi ilfil atau justru menertawakan kakak dalam hati, entahlah hanya dia dan Tuhan yang tahu.
Waktu menunjukan pukul 16.30 keadaan masih imbang kacamata, jujur dik sepanjang waktu tak sekejap pun kakak memalingkan wajah selain ke arah televisi di sudut ruangan ini. Ayam Fillet Sambal Rica dan Frapucino yang kakak pesan sama sekali belum tersentuh, sepertinya rasa lapar dan dahaga ini hilang seketika, padahal di luar tadi panas sekali loh dik membuat haus dan perut keroncongan. Anomali sekali yah, dik?
Babak pertama usai, duh leganya hampir tak sadar ternyata sudah 45 menit lamanya terbawa perasaan naik turun, tegang dan penuh emosional, melihat banyak peluang tersia-siakan oleh kalian dik, meski begitu permainan kalian lebih bagus loh ketimbang dua hari lalu saat berjibaku melawan Uzbekistan.
Oh iya dik, di saat turun minum ini kakak teringat apa yang dilakukan generasi U-19 terdahulu, tepatnya di tahun 1961, waktu itu U-19 pernah loh dik juara AFF, malah saat itu kita satu grup dengan Korea Selatan dan Jepang loh dik, tapi siapa sangka kita bisa kalahkan Jepang 2-1 dan imbang 2-2 dengan Korea Selatan yang membuat kita tampil di final sekaligus menjuarai kompetisi ini sebagai juara bersama dengan Burma, kalau gak salah kini namanya jadi Myanmar. Asik bukan?
Babak kedua dimulai, suasana yang tadinya riuh mendadak sepi, dik, semua pasang mata di tempat itu fokus kelayar televisi, salah satu orang yang berpakaian seragam khas tempat ini memegang remote sambil mengarahkan ke layar televisi, oh ternyata dia mengencangkan volume, mungkin itu request salah seorang pelanggan.
Tahu gak dik di babak kedua permainan adik amat memukau loh, beberapa kali pemain Australia adik buat lantang luntung gak karuan, nyaris saja salah satu peluang bisa berbuah gol yah dik, nyaris saja.
Tapi, gol justu lahir dari kaki tim lawan.
Maaf yah dik, kali ini pun akhirnya gagal juga yah, mungkin kakak kurang sungguh-sungguh dalam berdoa sehingga adik akhirnya kembali harus menelan pil pahit dan harus mengubur impian tampil di Piala Dunia.
Maaf yah dik, mungkin ekpestasi kakak terlalu tinggi, kakak terlalu mengedepankan ego kakak dengan membebankan adik berprestasi lebih, kakak lupa, adik-adik ini masihlah tetap seorang adik, kakak minta maaf karena kakak mengajarkan adik dunia yang seharusnya adik belum inginkan atau butuhkan.
Kakak terlalu banyak melakukan intervensi dengan mengekploitasi adik-adik untuk tampil di layar televisi hampir di setiap minggunya, adik menjadi media darling, dielu-elukan oleh banyak orang mungkin membuat adik merasa cepat puas atau mungkin terbebani dan akhirnya melupakan tujuan adik yakni bermain sepak bola dengan riang gembira dan tanpa beban.
Pulanglah dik, pulang dengan kepala tegak, kekalahan ini bukan akhir segalanya, kakak akan belajar banyak hal, mungkin kakak akan lebih baik meninggalkan adik jauh… jauh ke dalam jalan sunyi yang selama ini adik jalani.
Dari kakak mu,
Rakyat Indonesia
Monday, 20 October 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment