Tuesday 10 February 2015

Menyikapi Banjir Sebagai Ujian Bersama Dari Tuhan

Posted in , ,   with  No comments    

Jakarta, hari ini. Apa yang tidak dimiliki oleh ibu kota negara ini? Beberapa hari yang lalu ibu kota tercinta kita dinobatkan sebagai kota termacet di dunia. Hasil survei yang dilakukan oleh perusahaan Oli mesin kendaraan bermotor ini menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dalam urusan macet dengan angka stop-start sekitar 33.240 per tahun, lebih jelasnya tentang prestasi ini bisa dilihat disini.

Belum usai gegap gempita tentang persoalan kemacetan yang melanda ibu kota,kita kedatangan tamu rutin, banjir menjadi kawan akrab yang siap singgah ketika musim penghujan datang. Sialnya banjir bukanlah sahabat yang dinanti kehadirannya tetapi selalu terdepan jika memang waktunya tiba dan kita terkadang lupa dan tidak siap menyambutnya.

Hari ini (9/2/2015) Jakarta dikepung banjir, setidaknya menurut beberapa media daring ada 49 titik genangan banjir yang “kalo bisa” dihindari untuk dilewati. Jakarta lumpuh, banjir datang seolah tak kenal waktu dan tempat, hujan deras yang mengguyur lebih dari 12 jam atau sejak ahad kemarin pun masuk kedalam istana negara.”Rumah” yang ditempati oleh presiden tersebut terendam sedalam 40 centimeter. Hari ini banjir mengajak kendurian bersama, dari rakyat kecil hingga petinggi negeri, dari yang tinggal di perkampungan, perumahan elit sampai di istana negara diundang dalam hajatannya yang selalu datang di kota ini.

Banjir memang akrab dengan ibu kota kita semua, hampir setiap tahun banjir jadi cerita lama hanya aktor yang disalahkan berbeda, siapa orang yang pertama disalahkan oleh musibah ini? Semua sumpah serapah pun tertuju pada wali dari para penduduk Jakarta, yakni Gubernur DKI, dari jaman sebelum Foke, pada masa Jokowi dan kini Ahok yang memipin pun disalahkan atas datangnya banjir ini, seolah mengidahkan moral kita sendiri yang sering kali secara natural membuang sampah sembarangan yang menjadi salah satu penyebab banjir namun dengan congkaknya menyalahkan orang lain, terutama walikota dalam hal ini menjadi kambing hitam atas semua persoalan. Jika semua persoalan dilimpahkan kesalahan pada orang lain,mungkin nanti Ahok bisa disalahkan jika ada pasangan putus. Entahlah.

Banjir membuat beberapa warga mengungsi dan menjadi imigran sementara demi menghindari kejadian yang semakin buruk, banjir selain mendatangkan air juga bisa mendatangkan berbagai penyakit mulai dari diare sampai gangguan ginjal dan hati yang bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu mengungsi wajib hukumnya.

Namun begitu warga Jakarta tak akan pernah bisa dikalahkan oleh banjir, meski aktivitas tersendat,meski masuk kantor terlambat dan harus pulang lembur, meski harus kerja bakti membersihkan rumah dan lingkungan yang terkena banjir, warga ibu kota tetap santai menanggapi persoalan lain ibu kota ini.

tinggal di kota yang akrab dengan macet dan banjir pun mereka masih bisa tertawa, memtertawakan kehidupan. Beberapa meme muncul sebagai reaksi atas banjir. Meme tersebut sebagai gambaran warga Jakarta dalam menghadapi musibah banjir, meski tengah dirundung oleh musibah kita tetap menghadapinya dengan riang, ini sebuah ketegaran yang luar biasa dari setiap pelakon kehidupan di Jakarta ini.


Tuhan maha pengasih bagi umatnya, dia tak pernah pelit menganugrahkan rahmatnya kepada siapapun tanpa terkecuali, banjir mungkin bencana, tetapi air merupakan rizki dari tuhan untuk makluknya, sayang kita tak bisa me-manage anugrah yang luar biasa ini dengan baik. Mengeluhkan datangnya hujan juga tidak baik, toh hujan pun tetap turun, ada bijaknya kita mengambil quote dari Vivian Greene “Life isn't about waiting for the storm to pass...It's about learning to dance in the rain”.

Semoga banjir kali ini menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan kita semua yang tak melulu menyalahkan keadaan, tak mempolitikan banjir atau mengintervensi rahmat tuhan yang setiap tahun pula tuhan mengadakan ujian bersama ini. Toh dari pada mengeluh lebih baik kita menyikapinya dengan lebih baik atau melapangkan dada seluas-luasnya jika masalah klasik ini datang kembali. Tinggal bagaimana kita menghadapinya, Ikuti iramanya dan kemudian isi dengan rasa.

Sumber foto:merdeka.com

0 komentar:

Post a Comment