Biarkan saya menye-menye saat ini barang sejenak, mengatur irama nafas yang sedari kemarin tidak beraturan, hal ini telah saya sadari akan menyebabkan efek berkepanjangan ini yang cuman melahirkan rindu yang sayangnya tak ada tepi untuk dirindui.
Dilema, kalimat yang pas untuk menggambarkan kondisi saya kekinian, hasil dari interaksi sosial yang dijalani akhir-akhir ini, di mana cinta muncul secara tiba-tiba, tidak diduga-duga sebelumnya apalagi dikategorikan menjadi bagian rencana. Hasilnya adalah khayalan-khayalan muluk bermunculan di setiap kerlingan ingatan dan kini telah berhasil mencemari seisi kepala.
Entahlah, apakah saya yang telalu dini berkesimpulan hingga terbawa oleh arus hegemoni bernama jatuh cinta. Saya paling benci membincangkan cinta, tapi saya pun sulit untuk berbohong, apalagi kepada diri sendiri dan secara terbuka saya deklarasikan bahwa rasa ini hadir kembali. Rasa yang sama dengan beberapa dekade tahap kehidupan yang lalu.
Dosis yang kamu berikan nampaknya kelebihan, kini kondisi batin alam bawah sadar saya harusnya segera di rawat, dibawa ke meja operasi, dan lalu diotopsi. Jika tidak, maka akan terjadi komplikasi yang mempercepat menjalarnya rasa sayang yang nantinya mungkin berkembang menjadi rasa rindu, rasa ingin memiliki dan rasa-rasa yang lain yang tak terdefinisi bentuknya.
***
Barangkali yang bisa saya pelajari dari sakit yang rindu, ialah merawatmu dalam khayalan. Ini bukan perkara melebih-lebihkan perasaan, tapi ini soal kamu yang semakin cantik, bahkan anggun bila dibayangkan. Seperti saya ketika melihat lukisan di sebuah pameran.
Cinta, ah, bagaimana saya mesti menjabarkannya?
Namun, bila cinta saya ibaratkan sebuah gudang yang kosong kemudian di dalamnya ada puluhan peti kemas bertumpuk di tiap sudut ruang yang lama ditinggal pemiliknya, dan lampu-lampu di sana tak lagi berfungsi, maka itulah tempat yang mesti kamu isi dan jadi layak huni.
Saya percaya saat seorang Sufi pernah mengatakan cinta dan rindu itu berteman baik. Sungguh, tak mungkin bisa saya elak pernyataan itu. Semacam hadist sahih yang tak perlu diperdebatkan. Tapi itulah persoalaannya, saya belum siap menanggung rindu itu sendirian. Malaikat boleh saja menghibur ketika saya sedang terlelap tidur dengan menghadirkanmu dalam mimpi. Membuatkan kisah yang indah di mana kita, kelak, akan menjadi sepasangan merpati yang ada dipucuk pohon natal. Indah, bukan?
***
Ah, mungkin sebenarnya rasa yang kini saya rasa hanyalah hal semu semata, yang nantinya akan hilang di telan waktu, seperti yang sudah-sudah , yang dulu itu sekarang hanya memenuhi mimpi burukku setiap malam. keinginan untuk merindu itu candu. Aku percaya, perkara rindu itu tidak akan selesai dengan abai yang diam. Ia akan lahir kembali layaknya kutil ditangan. Yang jika kau potong dengan sembarang, akan tumbuh dengan bentuk yang semakin mengerikan. Perih dan mengganggu memang. Bagiku, cara terbaik membiarkan rindu itu pergi adalah dengan menghidupkan rindu-rindu yang lain. Rindu yang kurangkai sendiri, entah bagaimana caranya.
Bicara tentang rindu berarti berani menjadi berarti dan merindukanmu adalah kunci. Bagiku Kamu itu kandung lautan, didalamnya banyak lekuk yang bisa disyairkan, tersenyum luas pada pagi yang agung, yang indah, yang hanya bisa aku bayangkan kala senja hampir punah.
***
Atau sebaliknya yang kamu hidangkan adalah salah satu jenis racun arsenik terbaru dengan dosisnya teramat kuat dan pekat yang dapat merusak sendi-sendi akal , hati dan pandangan secara cepat hingga semakin lama semakin kabur dan tenggelam dalam fatamorgana bernama khayalan dimana puncaknya adalah kehilangan hak asasi yang paling tinggi, yakni kemerdekaan mencintaimu.
#Dibuat keroyokan bertiga oleh saya, Kamil dan Harry. Terima kasih telah membagi sunyi masing-masing.
0 komentar:
Post a Comment